Media Asing Fokus pada IKN, Menyinggung Beijing Baru dan Naypyidaw

by -312 Views

Wacana tentang ibu kota negara (IKN) baru Nusantara terus menarik perhatian media asing. Salah satunya adalah majalah TIME. Dalam artikelnya dengan judul “Indonesia’s President Joko Widodo Once Symbolized Democratic Hope-His Plan for a New Capital Represents a Darker Legacy,” beberapa kritik terhadap IKN kembali muncul. Beberapa hal yang dikritik adalah kurangnya konsultasi publik yang memadai, sengketa lahan dengan masyarakat adat, dan kekhawatiran tentang investasi China yang membuat Nusantara menjadi “Beijing Baru” menurut para kritikus.

TIME juga menyoroti bahwa awalnya terdapat kekhawatiran bahwa Jakarta yang sudah tak dapat dihuni lagi menjadi alasan mengapa ibu kota baru diperlukan. Selain kemacetan, polusi, pencemaran, dan ancaman tenggelam pada tahun 2050, ada juga implikasi lebih berbahaya yaitu sifat tidak demokratis dari ibu kota baru ini. Ibu kota baru tersebut berlokasi jauh dari Jakarta dan akan beroperasi tanpa pemimpin daerah terpilih, hal ini dipandang sebagai suatu masalah di negara yang merupakan negara demokrasi terbesar ketiga di dunia saat ini.

Beberapa narasumber diambil dalam artikel tersebut, termasuk Ian Wilson, seorang dosen senior yang berfokus pada politik Indonesia di Universitas Murdoch Australia. Menurut Wilson, ibu kota baru ini mencerminkan rencana pelarian dari kegagalan pemerintahan Jakarta dalam menangani masalah-masalahnya. Meskipun Nusantara dibangun, masalah-masalah yang ada di Jakarta tetap akan ada. Wilson juga menyebutkan bahwa ibu kota baru ini akan menyelesaikan masalah tersebut asalkan para politisi tak lagi merasa berkewajiban untuk menangani masalah-masalah tersebut.

TIME juga mengaitkannya dengan ibu kota baru di Myanmar, Naypyidaw, yang terkenal terpencil dan diresmikan oleh rezim militer pada tahun 2005. Kota baru ini dikatakan berfungsi untuk melindungi para pemimpin militer dari pemberontakan. Selain itu, TIME juga menyinggung ibu kota administratif baru di Mesir yang dipimpin oleh Presiden Abdel Fattah El-Sisi dan telah dibangun sejak tahun 2015. Kota tersebut dirancang untuk memberikan manfaat bagi militer dan pemerintahan yang berpihak pada militer dengan mengurangi pentingnya kepentingan militer serta tempat protes tradisional di Kairo.

Seorang profesor sosiologi di Nanyang Technological University, Singapura, Sulfikar Amir, juga memberikan komentarnya bahwa Nusantara, seperti yang saat ini dirancang, hanya akan memiliki penyewa dan pengguna, bukan warga negara. Menurutnya, ketika otoritas yang menjalankan kota tidak terhubung dengan semua orang yang tinggal di kota tersebut, konsep warga negara tidaklah masuk akal.

Meskipun demikian, TIME tetap memuji Jokowi karena telah mencapai hasil dalam fokus pertumbuhan ekonominya.