Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membacakan dakwaan dalam kasus korupsi pemotongan tunjangan kinerja di Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) di Pengadilan Tipikor Jakarta pada Kamis (2/11/2023). Sebanyak sepuluh pegawai negeri sipil (PNS) di Kementerian ESDM didakwa melakukan mark up tunjangan kinerja dengan nilai hingga Rp 27 miliar.
Menurut jaksa KPK, perbuatan tersebut merugikan keuangan negara sebesar Rp 27.616.428.154. Para PNS tersebut adalah Subbagian Perbendaharaan Priyo Andi Gularso, pejabat pembuat komitmen Novian Hari Subagio dan Lernhard Febrian Sirait sebagai staf PPK, serta dua bendahara pengeluaran Abdullah dan Christa Handayani.
Selain itu, terdapat juga lima orang lain yang terlibat di dalam kasus ini, yaitu staf PPK Rokhmat Annashikhah, operator SPM Beni Arianto, Hendi sebagai bagian Penguji Tagihan, Haryat Prasetyo sebagai bagian PPABP, dan Maria Febri Valentine sebagai Pelaksana Verifikasi dan Perekaman Akuntansi.
KPK menjelaskan bahwa kasus ini terjadi pada tunjangan kinerja tahun anggaran 2020 hingga 2022. Awalnya, sebagian pegawai di Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara mengetahui keberadaan sejumlah anggaran tunjangan kinerja yang tidak terserap. Mereka kemudian merencanakan untuk memberikan sisa anggaran tersebut kepada pegawai di Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara, terutama pada bagian keuangan. Tindakan penyelewengan anggaran tunjangan kinerja ini diduga dilakukan melalui manipulasi laporan.
KPK menyebut bahwa pada tahun 2020 saja, para PNS tersebut diduga telah mendapatkan uang hasil manipulasi anggaran tunjangan sebesar Rp 8,7 miliar. Kemudian pada tahun 2021, mereka diduga kembali melakukan tindakan serupa dan berhasil memperoleh uang sebesar Rp 11,5 miliar. Sedangkan pada tahun anggaran 2022, mereka diduga kembali mendapatkan uang sebesar Rp 7,2 miliar.
KPK juga mengungkapkan bahwa anggota kelompok ini menerima jumlah uang yang berbeda-beda. Lernhard, misalnya, diduga menerima dana sebesar Rp 9,1 miliar, sementara Novian Hari sebesar Rp 1,043 miliar, Priyo Andi Gularso sebesar Rp 4,7 miliar, Haryat Prasetyo sebesar Rp 1,477 miliar, dan Maria sebesar Rp 999 juta.
Selanjutnya, Abdullah didakwa menerima Rp 355 juta, Christa Handayani sebesar Rp 2,5 miliar, Rokhmat Annashikhah sebesar Rp 1,6 miliar, Beni Arianto Rp 4,1 miliar, dan Hendi sebesar Rp 1,4 miliar.
KPK pertama kali memulai penyidikan kasus korupsi ini saat melakukan penggeledahan di kantor Kementerian ESDM pada akhir Maret 2023. M. Idris Froyote, Pelaksana Harian Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara juga turut diperiksa dan apartemennya digeledah oleh penyidik KPK. Kemudian, pada Juni 2023, pengumuman resmi penetapan tersangka terhadap sepuluh orang dalam kasus ini dilakukan.