10.500 Korban Tewas, Warga Kibarkan Bendera Putih sebagai Tanda Kesedihan

by -274 Views

Konflik Gaza-Israel Terus Berlanjut, Peringatan Perlindungan Kemanusiaan Dikapitalisasi

Pertempuran antara Israel dan Gaza masih berlanjut hingga hari Kamis (9/11/2023) dengan Israel terus melakukan serangan ke Palestina. Kondisi tersebut menyebabkan jumlah korban terus bertambah. Seperti yang dilaporkan oleh Al-Jazeera, Rabu malam, terdapat lebih dari 10.500 orang yang menjadi korban serangan tersebut. Dari laporan CNBC International, dilaporkan bahwa Israel telah berhasil menghancurkan ratusan terowongan bawah tanah milik Hamas.

Sementara laporan dari CNN International menyatakan bahwa warga Gaza berbondong-bondong mengibarkan bendera putih menyusul adanya perintah evakuasi yang diberikan oleh Israel. Berdasarkan rangkuman yang diterbitkan oleh CNBC Indonesia, terdapat sebanyak 10.569 warga Gaza yang tewas dan 4.324 lainnya terluka dalam serangan tersebut. Sebagian besar korban diantaranya adalah anak-anak dan wanita. Namun, Israel menyatakan tidak akan melakukan gencatan senjata.

Israel juga mengklaim telah berhasil menghancurkan sebanyak 130 terowongan di Gaza. Pasukan Pertahanan Israel (IDF) menganggap hal tersebut sebagai suatu pencapaian yang signifikan selama operasi militer mereka di wilayah Palestina tersebut. Namun, laporan tersebut masih belum dapat diverifikasi secara independen.

Laporan dari Al-Jazeera mengungkapkan kondisi anak-anak di Gaza yang mengalami kelaparan, penyakit, dan dehidrasi akibat serangan Israel. Situasi tersebut sangat mendesak dan menuntut perhatian khusus terutama bagi mereka yang menjadi korban kekerasan tersebut. Hal ini juga diperkuat dengan pernyataan dari organisasi Save the Children yang menyebutkan bahwa jumlah anak yang terbunuh dalam beberapa minggu di Gaza telah melampaui jumlah anak yang terbunuh dalam konflik selama beberapa tahun terakhir.

Di sisi lain, Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu telah menegaskan bahwa tidak akan ada gencatan senjata tanpa pembebasan sandera. Meskipun ada laporan bahwa terdapat perundingan untuk menghentikan sementara pertempuran, namun Netanyahu tetap keukeuh menolak prospek gencatan senjata.

Pintu penyeberangan Rafah, yang sangat penting bagi warga Gaza untuk menyelamatkan diri, telah ditutup. Penutupan tersebut diduga karena alasan keamanan. Hal tersebut menuai kritik dari berbagai pihak yang menuntut pembukaan pintu penyeberangan tersebut untuk memungkinkan bantuan kemanusiaan masuk ke Gaza.

Dalam beberapa hari terakhir, lebih dari 100 staf Kongres AS melakukan mogok kerja sebagai tuntutan untuk menghentikan perang tersebut. Mereka juga meminta para pemimpinnya untuk angkat bicara dan mendukung gencatan senjata. Namun, upaya tersebut tampaknya belum mendapat dukungan, baik dari pemerintah Biden maupun dari para legislatif Amerika.

Kondisi di Gaza juga telah menarik perhatian dari berbagai kalangan dunia, terutama dari Inggris. Sejumlah organisasi di Inggris mengekspresikan keinginannya untuk mendukung gencatan senjata di Gaza. Begitu juga dengan menteri luar negeri dari kelompok negara G7, yang memperingatkan Iran tentang peningkatan eskalasi selama konflik tersebut.

Terkait dengan keamanan dan kemanusiaan, Komite Palang Merah Internasional (ICRC) mengecam serangan Israel terhadap konvoi yang mereka kirimkan untuk membawa bantuan kemanusiaan ke Gaza. Serangan tersebut menyebabkan dua truk rusak dan seorang pengemudi terluka.

Kondisi di Gaza saat ini juga telah mempengaruhi fasilitas medis di wilayah tersebut yang mengalami kekurangan bahan bakar untuk mengoperasikan generator cadangan mereka. Pemerintah Palestina juga meminta bantuan dari PBB, WHO, dan ICRC untuk membuka jalur aman bagi warga Palestina yang terluka untuk dievakuasi ke Jalur Gaza bagian selatan, dan dari sana ke Mesir untuk mendapatkan perawatan medis.