Warga Palestina di Tepi Barat Terusir dari Rumah Mereka Sendiri karena Agresi Israel yang Kian Parah di Wilayah Tersebut
Jakarta, CNBC Indonesia – Ketegangan Israel dan Hamas di Gaza telah membawa dampak serius bagi Otoritas Palestina (PA). Ini disebabkan keputusan Tel Aviv yang membekukan pengiriman uang pajak kepada pengelola negara Palestina itu.
Pada hari Minggu (21/1/2024), Israel menyetujui rencana untuk mengirimkan pajak yang dialokasikan untuk Gaza ke Norwegia. Sejak November, pajak yang biasanya dikirim ke Gaza telah dibekukan oleh pemerintah Israel.
“Dana yang dibekukan tidak akan ditransfer ke Otoritas Palestina, namun akan tetap berada di tangan negara ketiga,” kata kantor Perdana Menteri Israel dikutip Al Jazeera.
Mengapa Israel berkuasa atas pajak Palestina?
Berdasarkan ketentuan kesepakatan yang dicapai pada tahun 1994 dalam momen Protokol Paris, Israel memungut pajak atas nama Palestina dan melakukan transfer bulanan ke Otoritas Palestina sambil menunggu persetujuan dari Kementerian Keuangan.
Disetujui setelah adanya optimisme yang dihasilkan oleh Perjanjian Oslo, yang diratifikasi secara terbuka oleh Perdana Menteri Israel Yitzhak Rabin dan pemimpin Palestina Yasser Arafat di Gedung Putih pada bulan September 1993, protokol ini seharusnya berakhir dalam waktu lima tahun.
Namun, 30 tahun kemudian, sistem pemungutan tersebut menimbulkan apa yang disebut oleh Konferensi PBB tentang Perdagangan dan Pembangunan (UNCTAD) sebagai “pengaruh Israel yang tidak proporsional terhadap pengumpulan pendapatan fiskal Palestina
Ketika PA digulingkan dari Jalur Gaza pada tahun 2007, banyak pegawai sektor publik di wilayah kantong tersebut tetap mempertahankan pekerjaan mereka dan terus dibayar dengan pendapatan pajak yang ditransfer.
Beberapa minggu setelah serangan Hamas di Israel selatan pada tanggal 7 Oktober, Israel mengambil keputusan untuk menahan pembayaran yang diperuntukkan bagi para karyawan di Jalur Gaza dengan alasan bahwa mereka bisa jatuh ke tangan Hamas.
Berapa jumlahnya?
Sebagian besar dari dana tersebut digunakan untuk membayar gaji sekitar 150.000 karyawan PA yang bekerja di Tepi Barat dan Gaza. ini terus dilakukan meski PA tak punya kekuasaan penuh atas Gaza.
Pada tanggal 3 November, kabinet keamanan Israel memutuskan untuk menahan total US$ 275 juta (Rp 4,3 triliun) pendapatan pajak Palestina, termasuk uang tunai yang dikumpulkan untuk bulan-bulan sebelumnya yang masih berada di Tel Aviv.
“PA tidak dapat menjelaskan mengenai berapa banyak pendapatan pajak yang masuk ke Gaza ini adalah kotak hitam. Kadang mereka bilang 30%, kadang 40, kadang 50,” Rabeh Morrar, direktur penelitian di Palestine Economic Policy Research Institute-MAS, mengatakan kepada Al Jazeera.
Berdasarkan ketentuan yang ditetapkan oleh kabinet Israel pada hari Minggu, pendapatan pajak bulanan yang sebelumnya dialokasikan untuk staf Otoritas Palestina di Gaza akan ditransfer ke rekening perwalian yang berbasis di Norwegia. Namun, uang tersebut tidak dapat dikeluarkan tanpa izin Israel.
Cerita Israel ‘peras’ pajak Palestina
Israel sering menggunakan kendalinya atas pendapatan pajak Otoritas Palestina sebagai sarana untuk memeras dan menghukum pihak berwenang.
Pada bulan Januari 2023, misalnya, pemerintah Israel yang baru dibentuk memutuskan untuk menahan pendapatan pajak sebesar US$ 39 juta (Rp 612 miliar) dari PA menyusul keputusan otoritas tersebut untuk meminta Mahkamah Internasional (ICJ) untuk memutuskan legalitas pendudukan Israel selama puluhan tahun.
“Pemerasan Israel atas pendapatan pajak kami tidak akan menghentikan kami melanjutkan perjuangan politik dan diplomatik kami,” kata Perdana Menteri Palestina Mohammad Shtayyeh.
Implikasinya
Morrar dari Palestine Economic Policy Research Institute-MAS menjelaskan bahwa PA berutang miliaran utang internal kepada bank lokal, rumah sakit, perusahaan medis, dan sektor swasta untuk tetap beroperasi.
“Ada juga utang, misalnya untuk gedung milik swasta yang disewakan pemerintah. Mereka belum mampu membayarnya kembali,” paparnya.
Pada tahun 2021, krisis keuangan yang dialami PA, yang diperburuk oleh penolakan berkala Israel untuk membayar total bagi hasil pajaknya sebelum tanggal 7 Oktober, mendorong PA untuk mengurangi seluruh gaji sebesar 25%.
Sejak bulan November, ketika Israel memutuskan untuk membekukan dana yang dialokasikan untuk Gaza, PA menolak menerima uang sama sekali sebagai bentuk protes.
Dengan latar belakang pemboman berkelanjutan Israel di Jalur Gaza, yang telah menewaskan lebih dari 25.000 warga Palestina sejak 7 Oktober, PA belum mampu membayar gaji karyawan selama satu setengah bulan.
Meskipun beberapa laporan muncul bahwa PA mungkin akan mengalah dan setuju untuk menerima pembayaran sebagian dari Israel, Tepi Barat yang diduduki tetap bergantung pada perintah Tel Aviv.
Memang benar, Israel menangguhkan izin kerja sekitar 130.000 pekerja harian di Tepi Barat yang diduduki setelah perang dimulai. Dan total 355 warga Palestina telah terbunuh di wilayah tersebut, termasuk di Yerusalem Timur yang diduduki, oleh pasukan Israel dan pemukim Israel sejak 7 Oktober.
Artikel Selanjutnya
Perang Hamas Vs Israel di Gaza, Pemerintah RI Buka Suara..
(luc/luc)