Gelombang Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) di industri Tekstil dan Produk Tekstil (TPT) nasional masih terus berlanjut. Bahkan, dikabarkan semakin meningkat menjelang pembayaran Tunjangan Hari Raya (THR) Idul Fitri 2024.
Kasus PHK yang marak ini diduga dilakukan oleh perusahaan untuk menghindari pembayaran THR. Serikat Pekerja pun mengungkapkan hal ini, meskipun mereka menilai tren PHK yang bertujuan menghindari pembayaran THR pada tahun ini tidak sebesar tahun-tahun sebelumnya.
Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Nusantara (KSPN) Ristadi mengatakan bahwa tren PHK menjelang Lebaran banyak terjadi pada tahun 2018-2019. PHK tersebut dilakukan secara terencana oleh manajemen agar kontrak pekerja berakhir mendekati pembayaran THR atau seminggu sebelum Lebaran.
Meskipun begitu, setelah negosiasi dengan perusahaan, ternyata mereka kesulitan dalam cash flow sehingga mengambil langkah PHK. Namun, menurut Ristadi, PHK saat ini terjadi karena situasi sulit perusahaan dan bukan lagi untuk menghindari pembayaran THR.
Ristadi juga menyatakan bahwa ada perusahaan yang nakal dan mencari cara untuk melakukan PHK dan menghindari kewajiban pembayaran THR. Oleh karena itu, pemerintah perlu terus melakukan penataan dan pengawasan ketenagakerjaan.
Ketua Umum Asosiasi Produsen Serat & Benang Filamen Indonesia (APSyFI), Redma Gita Wirawasta juga menyatakan hal yang serupa. Menurutnya, fenomena PHK telah bergeser dan terjadi bukan lagi karena momen Lebaran, tetapi karena kondisi cash flow industri tekstil yang terus tergerus sejak kuartal III tahun 2022.
Akibat serbuan produk impor dan ketegangan geopolitik, perusahaan TPT nasional semakin kesulitan dan harus mengurangi produksi hingga akhirnya melakukan PHK. Hal ini terjadi dalam 2 tahun terakhir dan bahkan masih terus terjadi hingga kuartal I tahun 2024.
Dengan kondisi ini, penting bagi pemerintah untuk lebih intensif dalam pengawasan ketenagakerjaan guna mencegah PHK yang tidak seharusnya terjadi.