Biden jujur tentang nasib keanggotaan Ukraina di NATO

by -311 Views

Jakarta, CNBC Indonesia – Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden menyatakan kemungkinan Ukraina tidak akan bergabung dengan aliansi Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO). Pernyataan ini disampaikan dalam sebuah wawancara yang diterbitkan Selasa (4/6/2024).

Dalam wawancara dengan majalah Time, Biden mengisyaratkan visi perdamaian AS untuk Ukraina tidak berarti bergabung dalam NATO, blok yang dipimpin Washington.

“Perdamaian berarti memastikan Rusia tidak akan pernah, tidak akan pernah menduduki Ukraina. Seperti itulah perdamaian. Dan itu tidak berarti NATO, mereka adalah bagian dari NATO,” kata Biden, dalam wawancara tersebut, seperti dilansir Russia Today.

“Itu berarti kita memiliki hubungan dengan mereka seperti negara lain, di mana kita memasok senjata agar mereka dapat mempertahankan diri di masa depan,” tambahnya.

“Tetapi, jika Anda perhatikan, bukan saya yang mengatakan bahwa saya tidak akan mendukung NATO-isasi Ukraina, seperti yang dilaporkan Time.”

Biden juga menekankan bahwa Barat “berada di lereng yang licin menuju perang jika tidak melakukan sesuatu terhadap Ukraina,” and bahwa jika Kyiv jatuh maka “Anda akan melihat Polandia pergi, dan Anda akan melihat semua negara di sepanjang perbatasan Rusia yang sebenarnya, dari Balkan dan Belarusia, semua itu, mereka akan membuat penyesuaian mereka sendiri.”

Menurut Biden, dia menyetujui rilis intelijen tentang “invasi” Rusia ke Ukraina “untuk memberi tahu dunia bahwa kami masih bertanggung jawab. Kami masih tahu apa yang sedang terjadi.”

“Kami adalah kekuatan dunia,” kata Joe Biden kepada Time.

Pada Desember 2021, Rusia mengirim dua rancangan perjanjian keamanan kepada AS dan NATO, dengan tujuan meminta janji bahwa Ukraina tidak akan pernah bergabung dengan blok yang dipimpin AS, di antara hal-hal lainnya.

Pada Januari 2022, Washington dan Brussels menolak usulan Moskow, dengan menegaskan bahwa NATO memiliki kebijakan “pintu terbuka” yang tidak tunduk pada veto pihak luar. Operasi militer Rusia di Ukraina dimulai sebulan kemudian.