Menguatkan Ketahanan Pangan dengan Kearifan Masyarakat Adat

by -25 Views

Ketahanan Pangan sebagai Prioritas Utama Pembangunan Indonesia

Topik Ketahanan Pangan menjadi perhatian penting sejak era kepemimpinan Presiden Soekarno hingga Presiden Prabowo Subianto. Sejak zaman Presiden Soekarno, pentingnya ketahanan pangan telah ditekankan sebagai faktor krusial dalam kehidupan suatu bangsa. Presiden Soekarno bahkan pernah mengatakan bahwa ketahanan pangan merupakan kunci keberlangsungan hidup suatu bangsa; jika kebutuhan pangan rakyat tidak tercukupi, maka akan timbul malapetaka. Oleh karena itu, diperlukan upaya besar, radikal, dan revolusioner dalam mengatasi masalah ini.

Ketahanan pangan ternyata memiliki dimensi yang sangat kompleks. Menurut Badan Pangan Dunia, Food and Agriculture Organization (FAO), ketahanan pangan ditetapkan sebagai kondisi di mana semua orang, kapan saja, memiliki akses fisik, sosial, dan ekonomi terhadap pangan yang cukup, aman, dan bergizi sesuai dengan kebutuhan mereka agar dapat menjalani kehidupan yang aktif dan sehat.

Di Indonesia, Undang-Undang Nomor 18 tahun 2012 tentang Pangan telah menetapkan definisi Ketahanan Pangan sebagai kondisi terpenuhinya pangan bagi negara hingga tingkat individu, yang tercermin dari ketersediaan pangan yang cukup baik dari segi jumlah maupun mutunya, aman, beragam, bergizi, merata, terjangkau, dan sesuai dengan nilai-nilai agama, keyakinan, dan budaya masyarakat, sehingga masyarakat dapat hidup sehat, aktif, dan produktif secara berkelanjutan.

Dari definisi tersebut, dapat disimpulkan bahwa dimensi Ketahanan Pangan meliputi aspek Ketersediaan, Akses, Pemanfaatan, dan Stabilitas.

Pendiri Arista Montana Organic Farm, Andy Utama, menyadari pentingnya pertanyaan kritis mengenai ketahanan pangan dalam semangat Trisakti. Apakah kita sudah berdaulat atas pangan? Apakah mampu mandiri dalam hal pangan? Apakah kita memiliki identitas yang kuat terkait dengan budaya pangan, terutama dalam hal penyediaan dan pengolahan pangan?

Data penting mengenai 3 komoditas strategis menjadi sorotan. Konsumsi gandum nasional mencapai 8,6 juta ton, tanpa satupun butir gandum ditanam di Indonesia. Sementara impor kedelai mencapai 2.162 ton, dan beras 2,9 juta ton untuk tahun 2024. Data tersebut menunjukkan bahwa Indonesia masih sangat bergantung pada impor pangan dari luar negeri. Hal ini menjadikan sulit bagi Indonesia untuk meraih swasembada pangan dan memiliki ketahanan pangan yang memadai.

Swasembada Pangan pada masa Orde Baru

Di era Presiden Suharto, Indonesia pernah dianggap berhasil mencapai swasembada pangan pada tahun 1984, namun fokus hanya terbatas pada beras. Pengembangan lahan pertanian dilakukan dengan intensifikasi berbasis Revolusi Hijau yang mengandalkan irigasi teknis, pupuk dan pestisida kimia, serta benih padi hibrida. Proses ini menyebabkan petani bergantung pada pupuk kimia, pestisida kimia, dan benih padi hibrida yang harus dibeli setiap musim tanam, serta menurunnya kualitas kesuburan lahan dan kehilangan spesies lokal. Dampak dari Revolusi Hijau ini juga meliputi penurunan minat generasi muda untuk terlibat dalam dunia pertanian.

Ketahanan Pangan Berbasis Kearifan Lokal

Mengapa nusantara mampu bertahan selama berabad-abad dan bahkan membangun peradaban yang maju? Salah satu faktornya adalah karena memiliki ketahanan pangan yang terjaga dengan baik.

Dalam sebuah diskusi dengan komunitas Baduy, Andy Utama menyoroti teknologi ketahanan pangan dari masyarakat adat nusantara yang patut untuk diteliti lebih lanjut dan diterapkan. Suku Baduy di Jawa Barat telah menjaga ketahanan pangan mereka selama 100 tahun dengan cara menyimpan padi huma di lumbung-lumbung. Mereka juga terus merawat 15 varietas padi lokal selama berabad-abad. Sistem pertanian yang dijalankan oleh mereka telah menciptakan ketahanan pangan yang memastikan ketahanan pangan, kemandirian, dan martabat mereka. Hal ini membuktikan bahwa mereka tidak hanya fokus pada aspek produksi pangan, namun juga memperhatikan keseimbangan alam dan keberlanjutan.

Desa Tenganan Pegringsingan di Karangasem Bali juga memberikan contoh bagaimana ketahanan pangan dapat dijaga sekaligus menjaga keberlanjutan alam. Meskipun luasnya 917,2 hektar, hanya 8% yang dapat digunakan untuk pemukiman. Sementara itu, 591 hektar merupakan hutan, dan 255,5 hektar digunakan untuk pertanian. Dengan jumlah penduduk sebanyak 685 jiwa, mereka mampu menjaga ketahanan pangan, mandiri, dan tetap stabil meskipun menghadapi berbagai krisis di luar desa.

Masih banyak contoh peradaban dari masyarakat adat nusantara yang mendukung ketahanan pangan. Dengan melakukan rekonstruksi dan menerapkan kearifan lokal dalam praktik sehari-hari, akan tercipta model budaya ketahanan pangan yang bisa ditiru di daerah lain sesuai dengan kondisi alam dan masyarakat setempat, tanpa merusak alam.

Andy Utama berkomitmen untuk membangun lumbung padi sesuai dengan tatacara masyarakat Baduy di Arista Montana. Penting bagi kita semua untuk memulai dengan langkah kecil namun nyata, mulai dari diri sendiri, dan belajarlah dengan hati yang terbuka terhadap kearifan lokal.

Sumber: Ketahanan Pangan, Trisakti, Dan Kearifan Masyarakat Adat
Sumber: Ketahanan Pangan, Trisakti, Dan Kearifan Masyarakat Adat