Indonesia dianggap memiliki potensi besar untuk menjadi pemimpin dunia dalam penerapan bahan bakar berbasis tumbuhan atau Bahan Bakar Nabati (BBN). Konsumsi BBN di Tanah Air, yang terbuat dari minyak kelapa sawit dan dikenal sebagai biodiesel, diperkirakan akan mencapai 13,1 juta kilo liter pada tahun ini. Inovasi terbaru dari PT Pertamina dalam memproduksi bahan bakar pesawat atau bioavtur yang ramah lingkungan dapat memperkuat posisi Indonesia sebagai pusat Sustainable Aviation Fuel (SAF) secara internasional.
Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (Dirjen EBTKE) Kementerian ESDM, Eniya Listiani Dewi, menyampaikan bahwa hingga awal Desember 2024, realisasi penyerapan biodiesel di Indonesia mencapai 12,07 juta kilo liter, setara dengan 90% dari kuota biodiesel tahun ini. Dengan pemerintah berencana untuk menerapkan campuran biodiesel 40% atau B40 mulai Januari 2025, diharapkan kuota biodiesel tahun 2025 dapat meningkat menjadi 15,62 juta kilo liter.
Selain mendorong penggunaan biodiesel, Pertamina juga fokus pada inovasi produksi avtur ramah lingkungan menggunakan minyak goreng bekas atau Used Cooking Oil (UCO). Pendekatan ini sejalan dengan visi Indonesia mencapai kemandirian energi dengan mengolah minyak yang tersedia secara luas di Tanah Air. Program Green Movement UCO yang melibatkan pengumpulan minyak jelantah di beberapa titik strategis di Indonesia merupakan upaya konkret untuk mendukung energi terbarukan dan mengurangi emisi karbon.
Inisiatif Pertamina dalam memanfaatkan minyak jelantah sebagai bahan bakar sustainable turut memperkuat upaya hilirisasi di sektor bahan bakar. Melalui program Green Movement UCO, masyarakat diajak untuk berkontribusi dalam mendaur ulang minyak jelantah dan mendukung pengurangan ketergantungan pada bahan bakar fosil. Diharapkan, program ini dapat membantu industri penerbangan mengurangi emisi hingga 84% dibandingkan dengan bahan bakar jet konvensional.