Pada rapat pleno dengan Baleg DPR RI, pengurus Pusat Muhammadiyah menyoroti Revisi Undang-Undang Mineral dan Batu Bara (Minerba) yang sedang dibahas. Beberapa pasal dalam draf RUU Minerba, seperti Pasal 17A, Pasal 51A, Pasal 51B, Pasal 169A, dan Pasal 133D, menjadi perhatian khusus. PP Muhammadiyah menyatakan kekhawatiran terkait beberapa poin tersebut, mengingat masih adanya konflik antara wilayah pertambangan dengan area lain seperti hutan, lingkungan, dan pertanian. Selain itu, pertanyaan juga muncul mengenai pertambangan rakyat dan perlunya pembagian konsesi tambang kepada perguruan tinggi dengan akreditasi B. Muhammadiyah menyoroti prioritas pemberian Wilayah Izin Usaha Pertambangan Khusus (WIUPK) kepada badan usaha swasta, sementara seharusnya lebih diutamakan untuk BUMN. Selain itu, perpanjangan izin operasi tambang juga menjadi perbincangan, terutama terkait batasan waktu. Dibutuhkan kajian lebih lanjut terhadap tumpang tindihnya UU yang berlaku sebelumnya terhadap Izin Usaha Pertambangan (IUP) yang kemudian dicabut dan dikembalikan pada negara. Semua hal ini menjadi sorotan PP Muhammadiyah dalam upaya untuk menyuarakan kepentingan masyarakat terkait pembahasan RUU Minerba.
“Penemuan UU Minerba yang Menjanjikan: Kritik Muhammadiyah”
