Indonesia mempunyai potensi besar untuk menjadi pusat karier di industri kripto dan blockchain di Asia. Dengan semakin meningkatnya adopsi aset digital, pertumbuhan ekosistem Web3 dan DeFi, serta adanya regulasi yang semakin jelas, industri ini semakin menarik perhatian talenta digital. Menurut laporan Tiger Research 2024, Asia lebih aktif dalam merekrut tenaga kerja di sektor blockchain dibandingkan dengan Eropa. Sekitar 20% dari lowongan pekerjaan di sektor ini berasal dari Asia, sementara Eropa hanya mencatat sekitar 15%.
Wan Iqbal, CMO Tokocrypto, menjelaskan bahwa tren ini diprediksikan akan terus berkembang, terutama karena pasar Web3 mulai lebih fokus di kawasan Asia, termasuk Indonesia. Dengan jumlah pengguna internet yang tinggi dan populasi usia produktif yang besar, Indonesia memiliki potensi yang kuat untuk menjadi pusat industri blockchain di kawasan Asia. Dukungan regulasi yang lebih kondusif dan inovasi yang terus berkembang diharapkan dapat membantu Indonesia mengikuti jejak Singapura dalam membangun ekosistem Web3 yang matang.
Di Indonesia, jumlah perusahaan yang bergerak di bidang perdagangan kripto terpusat (CEX) semakin meningkat. Lebih dari 30 perusahaan terdaftar sebagai anggota CFX, yang membutuhkan talenta terbaik untuk mendukung operasional mereka. CEX mencatat jumlah perekrutan tertinggi, mencapai 30% dari total lowongan setiap bulan di sektor industri blockchain. Dengan populasi digital yang besar dan adopsi kripto yang terus meningkat, Indonesia memiliki potensi besar untuk menjadi salah satu pemain utama di industri ini, seperti yang disampaikan oleh Wan Iqbal kepada Liputan6.com pada Jumat.
Melihat perkembangan ini, Indonesia bisa belajar dari negara tetangga dalam menciptakan ekosistem Web3 yang kondusif dengan regulasi yang jelas dan dukungan terhadap inovasi. Potensi Indonesia untuk menjadi pusat karier di industri kripto dan blockchain semakin menguat, memperlihatkan bahwa negara ini bisa menjadi salah satu pemain terkemuka dalam industri ini di Asia.
