Formula 1 akan beralih sepenuhnya ke bahan bakar sintetis pada tahun depan sebagai bagian dari perubahan formula mesinnya. Perubahan ini bertujuan untuk lebih menarik pabrikan ke dalam seri, dengan Audi dan Cadillac diprediksi akan bergabung dalam beberapa tahun mendatang. Namun, ada juga suara-suara yang ingin melihat F1 kembali ke mesin V10 yang terakhir kali digunakan pada tahun 2005.
Komitmen F1 untuk menggunakan bahan bakar yang lebih ramah lingkungan sebagai bagian dari upayanya mencapai jejak karbon nol pada tahun 2030 memunculkan diskusi tentang kembali ke mesin V10 dengan bahan bakar berkelanjutan. Presiden FIA, Mohammed Ben Sulayem, dan CEO F1, Stefano Domenicali, sama-sama tertarik pada ide ini.
Meskipun kembali ke mesin V10 menjadi pilihan populer di kalangan penggemar, para pabrikan F1 yang ada saat ini masih memiliki ketergantungan yang tinggi pada komponen listrik. Selain itu, penggunaan bahan bakar elektronik yang mahal dan kurang efisien saat ini membuat transisi ke mesin V10 tampak sulit dilakukan dalam waktu dekat.
Paddy Lowe, pendiri Zero Petroleum, juga merasa bahwa kembalinya mesin V10 mungkin tidak terjadi dalam waktu dekat mengingat F1 saat ini masih menjaga konsep mesin hibrida yang dianggap sebagai solusi yang tepat untuk otomotif arus utama. Meskipun demikian, diskusi tentang masa depan mesin F1 terus berlangsung antara badan pengatur, pemangku kepentingan, dan pabrikan. Yang pasti, penggunaan bahan bakar sintetis menjadi fokus utama dalam upaya F1 menuju keberlanjutan lingkungan.