Perbandingan Keamanan Kripto: Open Source vs Closed Source

by -15 Views

Dunia kripto dulu dikenal sebagai gerakan akar rumput yang penuh semangat terbuka (open source), di mana teknologi seperti Bitcoin diciptakan dengan tujuan agar semua orang bisa melihat, memeriksa, dan bahkan berkontribusi pada kode programnya. Prinsip transparansi dan keterbukaan ini menjadi landasan utama yang membangun kepercayaan pada sistem ini, karena semua orang dapat melakukan pengecekan sendiri.

Namun, seiring berjalannya waktu, teknologi kripto mengalami perkembangan yang membawa tantangan sisi open source. Banyak proyek baru seperti platform smart contract dan aplikasi keuangan terdesentralisasi (DeFi) yang kode sumbernya disalin (atau yang biasa disebut “fork”) oleh pihak lain untuk membuat produk serupa, namun terkadang hanya untuk mencari keuntungan tanpa memperhatikan idealisme awal.

Sebagaimana dilansir dari Cointelegraph.com, banyak versi tiruan dari Uniswap dan Ethereum muncul yang lebih fokus pada kecepatan dan biaya murah, tetapi kurang memprioritaskan desentralisasi. Karena itu, beberapa tim pengembang memilih untuk menutup akses ke kode sumber mereka (closed source) dengan tujuan melindungi desain dan mencegah penyalahgunaan oleh pihak-pihak yang tidak diinginkan. Dengan membuat kode lebih sulit untuk dianalisis, mereka berharap dapat mengurangi risiko serangan.

Namun, langkah ini pun menimbulkan kritik, dengan banyak yang menyebutnya sebagai “keamanan melalui kerahasiaan”, yaitu perlindungan yang hanya didasarkan pada penyembunyian kelemahan, bukan keamanan yang sesungguhnya. Pendekatan yang tertutup ini dianggap bertentangan dengan semangat awal dunia kripto yang mengutamakan keterbukaan, transparansi, dan kontrol dari komunitas, bukan hanya dari segelintir orang saja. Apa yang awalnya dimulai oleh para “cypherpunk” dan penggemar kebebasan digital, kini mulai berubah menjadi sistem yang makin menyerupai institusi keuangan tradisional yang sebelumnya mereka ingin lawan.

Source link