Daun salam, tanaman asli Indonesia, memiliki beragam manfaat sebagai bumbu dapur dan obat tradisional. Pasar global, terutama dari negara maju seperti Jepang, Australia, dan Belanda, semakin tertarik dengan keajaiban dan khasiat daun salam. Meski permintaan global stabil, ekspor daun salam Indonesia mengalami penurunan nilainya dalam beberapa tahun terakhir menurut data dari Badan Pusat Statistik.
Daun salam, atau Syzygium polyanthum, bukan hanya digunakan sebagai bumbu dalam masakan Indonesia tetapi juga memiliki nilai fungsional dan farmakologis yang tinggi. Berbagai studi menunjukkan bahwa daun salam mengandung senyawa aktif yang bersifat antioksidan, antidiabetik, antiinflamasi, dan antihipertensi. Negara-negara seperti Jepang, Korea Selatan, Australia, dan Belanda mulai menggunakan daun salam dalam berbagai produk herbal, suplemen, dan produk perawatan kulit.
Meskipun manfaat dan potensi pasar daun salam Indonesia cukup besar, ekspornya mengalami penurunan volume dan nilai. Beberapa faktor penyebabnya antara lain ketersediaan bahan baku yang tidak terstandarisasi, kurangnya pengolahan pascapanen yang memenuhi standar ekspor, serta perubahan regulasi importasi di negara tujuan. Meski demikian, ekspor daun salam Indonesia tetap aktif ke negara seperti Jepang dan Korea Selatan yang menghargai nilai fungsional dari tanaman ini.
Dalam laporan Allied Market Research, pasar global untuk bahan herbal dan rempah alami diperkirakan akan terus tumbuh seiring dengan tren gaya hidup sehat dan minat terhadap pengobatan alami. Indonesia, sebagai negara dengan kekayaan rempah, diharapkan bisa memanfaatkan peluang ini dengan standarisasi proses, pelatihan petani, penguatan koperasi rempah, dan insentif ekspor bagi UMKM yang bergerak di bidang rempah olahan. Ini dapat membantu memperbaiki tren penurunan ekspor daun salam Indonesia dan meningkatkan kontribusi pasar global dalam hal ini.