Perang antara Rusia dan Ukraina terus berlanjut hingga saat ini. Menurut para analis, pasokan amunisi dari masing-masing sekutu dapat menimbulkan tantangan bagi Ukraina tahun depan.
Pada Maret lalu, Ukraina meminta sekutu di Eropa untuk memberikan seperempat juta peluru sebulan. Rencana pertempuran penuhnya membutuhkan setidaknya 350.000 personel. Ukraina hanya menerima 110.000 pengungsi per bulan dan membutuhkan bantuan Eropa untuk mengatasi perbedaan tersebut.
Uni Eropa (UE) menjanjikan satu juta peluru dalam waktu satu tahun, namun pada akhir November, mereka baru mengirimkan 300.000 peluru. Josep Borrell, Kepala Kebijakan Luar Negeri UE, menyebut mereka memiliki waktu empat bulan untuk mengatasi perbedaan tersebut.
Sementara itu, Rusia telah menembakkan lebih banyak peluru daripada yang mereka bisa produksi. Mereka juga telah meminta bantuan dari Korea Utara dan telah menerima amunisi senilai 1.000 kontainer dari Korut. Analisis foto satelit Washington Post menunjukkan bahwa kapal-kapal telah melintasi rute antara pelabuhan Rason di zona perdagangan bebas Korea Utara ke pelabuhan Dunai di Rusia sejak Agustus.
Rusia mungkin juga telah menerima tambahan peluru dari Korea Utara melalui kereta api. Pusat Studi Strategis dan Internasional (CSIS) mengatakan lalu lintas kereta api antara Korea Utara dan Rusia telah meningkat “secara dramatis” sejak Presiden Rusia Vladimir Putin bertemu dengan pemimpin Korea Utara Kim Jong Un pada September.
Secara keseluruhan, Rusia terbukti lebih mahir dalam mengamankan apa yang mereka inginkan dari luar, termasuk dari China. Sementara itu, Uni Eropa masih kebingungan mencari jawabannya. Amerika Serikat (AS) lebih cepat dan dinamis dalam respons mereka terhadap konflik tersebut. Pada Februari, mereka memutuskan untuk meningkatkan produksi peluru artileri enam kali lipat untuk mengisi kembali stok yang dikirim ke Ukraina, memasok lebih banyak ke Ukraina, dan menambah stok untuk konflik di masa depan. Menurut laporan New York Times, Angkatan Darat AS membeli 14.400 peluru sebulan pada September 2022, jumlahnya meningkat tiga kali lipat, dan pada Januari 2023 jumlahnya meningkat dua kali lipat lagi, menjadi 90.000. Namun kontraktor pertahanan AS masih memerlukan waktu hingga akhir tahun depan untuk mencapai kapasitas produksi tersebut.