Peternak Bantai Ayam Seiring Anjloknya Harga Telur

by -265 Views

Ketua Asosiasi Peternak Layer Nasional (PLN) Musbar Mesdi melaporkan bahwa saat ini tengah terjadi fenomena afkir dini atau pembantaian terhadap indukan dan pembiakan ayam sebagai upaya peternak mengurangi lebih awal indukan ayam petelur, karena sudah tidak berimbangnya harga pokok produksi (HPP) dengan kemampuan daya beli masyarakat, serta harga jagung yang sudah mencapai Rp8.000-Rp8.400 per kg di tingkat peternak.

“Afkir dini berlanjut terus di kalangan peternak menengah atas. Prihatin banget. Atur keseimbangan Asset Equity, karena sudah tidak berimbang antara HPP dengan kemampuan daya beli masyarakat, serta harga jagung sudah mencapai di atas Rp8.000-Rp8.400 per kg,” kata Musbar kepada CNBC Indonesia, Kamis (4/1/2024).

Musbar mengatakan, afkir dini pada peternak layer atau ayam petelur sudah dilakukan sejak pekan lalu, karena harga jagung yang merupakan pakan pokok ayam sudah di atas Rp8.000-Rp8.400 per kg sejak sepekan lalu.

“Artinya ada kenaikan 68% dari harga Perbadan (Peraturan Badan Pangan Nasional) yang Rp5.000 per kg. Ada kenaikan harga pokok produksi di peternak 16,8% dampak dari kenaikan harga pakan pabrik dan harga jagung lokal,” jelas Musbar.

Kenaikan harga pokok produksi tersebut, lanjut dia, tentunya akan berdampak kepada harga jual telur ayam di tingkat konsumen, yang mana jika saat ini harga pokok produksi untuk telur ayam itu sendiri sudah Rp27.000 per kg, maka harga jual telur ayam di tingkat konsumen seharusnya sudah di Rp30.000 per kg.

Namun saat ini, harga jual telur ayam secara nasional Rp28.000 per kg. Sedangkan harga beli telur di tingkat peternak Rp22.000 per kg.

“Harga di wet markets (pasar tradisional) jatuhnya Rp30.000 per kg. Akan tetapi kita tidak bisa apa-apa karena daya beli masyarakat pun turun, karena sudah beberapa terjadi gelombang PHK,” tutur dia.

Adapun penyebab jatuhnya harga telur ayam saat ini, menurutnya, berbeda dengan fenomena sebelum-sebelumnya. Saat ini anjloknya harga telur bukan disebabkan karena terjadi oversupply, melainkan karena dampak El Nino.

“Mitigasi El Nino untuk tanaman bahan pangan di Indonesia gagal. Sudah tahu ada kelangkaan jagung lokal, pemerintah bukan buru-buru buka keran impor jagung. Itu solusi sementara,” ucapnya.

Musbar menilai dengan mengecilkan skala produksi rasanya sudah percuma, karena daya beli masyarakat turun dampak dari banyaknya terjadi pemutusan hubungan kerja (PHK), sementara biaya pokok produksi semakin tinggi karena ketersediaan jagung yang langka.

“Mengecilkan skala produksi percuma, daya beli masyarakat turun, karena banyak yang sudah di PHK. Afkir dini serentak untuk peternak menengah atas, piara berapa pun tiada akan mengejar titik break even point di tengah melandanya resesi,” pungkas dia.