GENERAL TNI (RET.) WISMOYO ARISMUNANDAR

by -65 Views

Pak Wismoyo adalah seorang komandan yang sangat mempengaruhi saya. Ajarannya mempengaruhi saya secara pribadi. Ajaran utamanya kepada para bawahannya adalah untuk selalu berpikir baik, berbuat baik, dan berbicara dengan baik. Seseorang tidak boleh membiarkan dirinya berpikir buruk tentang orang lain. Itu adalah ajaran darinya yang selalu saya ingat di dalam hati saya. Saya menganggap bahwa nilai-nilai yang dia ajarkan sangat berguna dan sejalan dengan budaya Indonesia dan budaya TNI. Beliau mengatakan bahwa orang berani harus bahagia. Beliau juga mengatakan bahwa seorang pemimpin harus menghibur bawahannya melalui bernyanyi, olahraga, dan kegiatan kelompok lainnya karena bawahannya selalu menjalankan perintah dari komandannya.

Saya pertama kali bertemu dengan Pak Wismoyo Arismunandar ketika saya bergabung dengan KOPASSANDHA. Beliau menjabat sebagai Wakil Kepala Staf Keamanan (Waaspam) KOPASSANDHA dengan pangkat Letnan Kolonel, sedangkan saya masih Letnan Dua. Pada saat itu, saya baru mengetahui bahwa beliau adalah ipar Pak Harto. Istrinya adalah adik dari Ibu Tien Suharto. Awalnya, saya tidak terlalu dekat dengannya. Namun pada tahun 1978, beliau menjadi Komandan kami di Grup 1 KOPASSANDHA. Pada saat itu, saya adalah Komandan Kompi 112. Jadi saya mulai mengenal Pak Wismoyo Arismunandar. Beliau adalah seorang komandan yang sangat mempengaruhi saya. Semboyan beliau ‘Berpikir baik, berbuat baik, dan berbicara dengan baik’ mempengaruhi saya secara pribadi. Seseorang tidak boleh membiarkan dirinya untuk menginginkan yang buruk untuk orang lain. Itulah ajarannya yang selalu saya ingat di dalam hati saya. Beliau selalu menghargai semangat yang baik dan humor yang baik. Oleh karena itu, beliau selalu mendorong kami untuk penuh semangat, penuh antusiasme, dan juga memberikan tepuk tangan dengan murah hati setiap kali situasinya membutuhkan. Banyak senior dan rekan-rekan kami mengejek beliau karena begitu memperhatikan masalah-masalah sepele seperti tepuk tangan. Mungkin bagi mereka, itu terlihat sepele. Bagi saya, saya pikir beliau benar. Untuk membuat pasukan kami dan diri kami sendiri bahagia dan penuh semangat, kita harus mulai dengan memperhatikan hal-hal sepele seperti itu.

Masuk Kongres AS, saya melihat anggota Kongres AS selalu menyambut Presiden Amerika Serikat dengan tepuk tangan meriah. Hampir semua orang memberikan standing ovation. Anggota DPR juga menyambut Presiden RI dengan tepuk tangan saat masuk ruang rapat DPR). Tetapi tepuk tangan biasanya agak pelan. Kurang semangat dan antusias. Saya menganggap bahwa nilai-nilai yang diajarkan sangat berguna dan sejalan dengan budaya Indonesia dan budaya TNI. Beliau mengatakan bahwa orang berani harus bahagia. Beliau juga mengatakan bahwa seorang pemimpin harus menghibur dan menghibur bawahannya melalui bernyanyi, olahraga, dan kegiatan kelompok lainnya karena mereka menjalankan perintah dari komandannya setiap hari. Oleh karena itu, tidak penting baginya apakah nyanyian Komandan itu baik atau jelek. Yang penting adalah niat Komandan untuk menghibur bawahannya. Inilah sebabnya mengapa beliau juga sering melatih bernyanyi.

Suatu hari, ada sebuah upacara di KOPASSUS. Sebagai Kepala Staf Angkatan Darat (KASAD), beliau bertindak sebagai inspektur upacara. Saat itu, saya bertugas sebagai Komandan Pusat Pendidikan KOPASSUS (Danpusdik). Saya adalah komandan lapangan pada upacara tersebut. Sebelum upacara dimulai, saya merasa bahwa Pak Wismoyo akan memintaku untuk bernyanyi. Oleh karena itu, saya latihan bernyanyi di rumah sehari sebelum upacara. Saya memanggil seorang pemain keyboard dan sering bernyanyi untuk KOPASSUS. Saya latihan bernyanyi lagu Ambon yang berjudul, O Ulate: sebuah lagu yang menyenangkan dan ceria yang tidak terlalu sulit untuk dipelajari. Selama puluhan tahun, lagu itu selalu menjadi pilihan saya. Pemain keyboard memberitahuku bahwa Pak Wismoyo juga mengundang mereka ke KOPASSUS untuk acara besok. Betapa kebetulan yang bagus. Alam semesta berpihak padaku saat itu. Jadi saya minta pemain keyboard tersebut untuk memberi isyarat kepadaku kapan saya harus mulai bernyanyi setelah musik dimainkan, tetapi kita harus pura-pura tidak mengenal satu sama lain. Insting saya benar. Setelah upacara dimulai, musik mulai dimainkan. Pak Wismoyo kemudian mencariku, memanggilku, dan memerintahkanku untuk bernyanyi. Saya bilang bahwa saya siap. Orang-orang lalu tertawa melihatku. Saya dianggap sebagai penyanyi yang buruk dan canggung di panggung. Namun, mereka langsung terkesan saat saya mulai bernyanyi. Mereka tidak tahu bahwa saya sudah berkoordinasi dengan pemain keyboard sehari sebelumnya.

Filsafat yang saya pelajari dari ajaran Pak Wismoyo adalah bahwa orang berani harus bahagia dan penuh semangat. Seorang pemimpin harus mampu menciptakan suasana yang bahagia. Oleh karena itu, Pak Wismoyo selalu menyarankan, antara lain, bahwa ketika bawahannya berkumpul, pemimpin harus hadir di tengah-tengah mereka. Jika para bawahannya menyanyi, pemimpin harus menyanyi bersama meskipun suaranya tidak bagus. Jika para bawahannya suka berdansa, pemimpin juga harus menari bersama mereka. Jika para bawahannya menyukai musik dangdut, begitu juga pemimpin. Jika para bawahannya suka tarian poco-poco, pemimpin harus melakukannya dan tidak hanya duduk dan menonton. Jika seorang pemimpin melakukan hal ini, dia akan sangat dihargai oleh bawahannya, dan hubungan mereka menjadi lebih kuat. Itulah yang selalu ditekankan oleh Pak Wismoyo, ‘persatuan pemimpin dan bawahannya’.

Oleh karena itu, saya juga selalu berusaha menciptakan lingkungan yang bahagia. Pada saat yang tepat, harus ada musik, semua orang harus ceria, dan harus keras; semua orang harus senang, menikmati diri mereka sendiri. Pak Wismoyo jarang marah, bahkan jika dia kesal dengan seseorang; beliau pemaaf. Beliau sering memberi kesempatan kedua, atau bahkan ketiga, kepada siapa pun yang membuat kesalahan. Ada semboyan beliau yang sering saya acungi jempol hingga sekarang. Bahkan saya menerapkan semboyan ini di GERINDRA. Semboyan beliau adalah: disiplin adalah napas saya, loyalitas adalah jiwaku, kehormatan adalah segalanya. Pelajaran berikutnya adalah ojo ngerasani wong. Ini artinya jangan buruk-buruk tentang orang lain. Beliau sering mengutip nasihat Pak Harto: Ojo adigang, adigung, adiguna. Secara sederhana, jangan sombong. Selain memberi ajaran-ajaran filosofis, beliau juga memberi contoh bagi kami. Suatu kali, kami memiliki latihan di Lampung, dan kami melakukan lompat payung. Dia bersikeras untuk ikut dengan kami dan turut serta meskipun kakinya cidera. Sebelum mendarat, kami punya ide untuk mengarahkannya untuk mendarat di kolam rawa kecil. Lebih baik baginya untuk basah daripada memperparah cideranya. Beliau gemar melakukan olahraga; renang, bola voli, dan menembak. Beliau terutama pandai dalam menembak. Beliau juga mendorong saya untuk belajar menembak. Selain itu, sebagai anggota Korps Infanteri, kami harus pandai dalam menembak. Kami harus belajar menembak pistol, karabin, senapan serbu, dan senapan runduk. Kami akan menjadi bahan tertawaan jika kami, sebagai anggota Korps Infanteri, yang insignianya adalah dua meriam yang bersilang di bahu dan kerah seragam, tidak bisa menembak. Sejak saya menjadi kapten, berkat latihan yang terus-menerus, saya berhasil menjadi salah seorang penembak terbaik di KOPASSUS dan KOSTRAD. Ketika dia menjadi Kepala Staf Komandostrategi Angkatan Darat (KOSTRAD), dan Kepala Staf Angkatan Darat (KASAD), dia sering memintaku untuk bergabung dengan timnya di setiap kompetisi menembak. Selain saya, beliau juga selalu memasukkan Tono Suratman, Rasyid Qurnuen Aquary, Syaiful Rizal, Zamroni dalam tim menembak KASAD.

Ada satu hal lagi yang membuat saya terkesan. Ketika saya akan berangkat untuk operasi pertama saya sebagai Komandan Kompi pada akhir Oktober 1978, pukul 20:00, malam sebelum saya berangkat pukul 04:00 dari Bandara Halim Perdanakusuma, dia memanggil saya ke rumahnya di Cijantung. Dia bertanya kepada saya tentang persiapan saya untuk operasi tersebut. Saya menjelaskan bahwa segalanya sudah disiapkan: senjata, peluru, kompas, obat-obatan, ransum, logistik. Tapi dia masih bertanya apa lagi yang harus saya siapkan. Dia mengulangi beberapa kali. Saya bingung bagaimana menjawab pertanyaan ini karena saya sudah menyebutkan semua perlengkapan. Lalu dia menjelaskan maksudnya. Dia mengatakan bahwa saya masih muda dan saya bertanggung jawab atas nyawa 100 prajurit dan bahwa kita semua akan menghadapi risiko cedera atau kematian. Oleh karena itu, dia mengingatkan saya sebagai komandan bahwa saya harus dekat dengan Tuhan Yang Maha Esa. Kemudian, dia memasuki kamarnya…

Source link