Bos Diprotes oleh Buruh karena UMP Naik Secuil, Mirip Praktik Zaman Soeharto

by -129 Views

Kalangan buruh menolak keputusan pemerintah yang menggunakan PP Nomor 51 Tahun 2023 sebagai dasar penetapan upah. Kenaikan upah yang terlalu kecil membuat buruh merasa tidak puas. Sebagai contoh, di DKI Jakarta, Upah Minimum Provinsi (UMP) tahun 2024 naik hanya 3,6% atau Rp 165.583. Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal menyebut kondisi saat ini seperti zaman orde baru Soeharto, terutama dalam hal upah.

Said Iqbal menilai kenaikan upah yang terlalu kecil disebabkan oleh perhitungan Alpha yang ditentukan dalam regulasi. Buruh menginginkan besaran Alpha sebesar 1, namun pemerintah menetapkan angka jauh di bawah harapan buruh.

Iqbal juga menyoroti kenaikan nilai UMP yang lebih kecil dari kenaikan upah Pegawai Negeri Sipil (PNS). Menurutnya, PNS seharusnya tidak mendapatkan kenaikan yang lebih tinggi dari buruh atau pegawai swasta, karena yang membayar gaji PNS adalah buruh melalui pajak. Selain itu, kenaikan biaya hidup belakangan ini juga sudah terlampau tinggi.

Dalam konferensi pers di Jakarta, Iqbal mengkritik Menteri Tenaga Kerja yang menggunakan indeks Alpha yang dianggap tidak masuk akal. Menurutnya, informasi yang didapat menyebut bahwa Kementerian Tenaga Kerja menggunakan lembaga riset CSIS, yang dikenal sebagai lembaga yang dipakai orde baru pada masa itu yang selalu merekomendasikan upah tetap. Iqbal mempertanyakan mengapa pemerintah menggunakan hasil penelitian CSIS dengan nilai Alpha antara 0,1 hingga 0,3. Menurutnya, hal ini merupakan bentuk ketidakadilan terhadap buruh.

Alasan penolakan buruh terhadap penetapan UMP Jakarta 2024 adalah kenaikan nilai yang lebih kecil dari kenaikan upah PNS. Buruh mempertanyakan kenapa upah PNS naik 8%, sementara kenaikan upah buruh hanya 3,6% padahal biaya hidup telah naik secara signifikan.

Said Iqbal menegaskan bahwa kebijakan tersebut tidak adil dan tidak sesuai dengan kondisi ekonomi yang tengah dihadapi oleh buruh.