Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat inflasi Indonesia mencapai 2,61% sepanjang tahun 2023. Inflasi ini merupakan inflasi terendah dalam 20 tahun terakhir. Plt Kepala BPS Amalia A. Widyasanti menyampaikan hal ini dalam rilis berita resmi statistik (BRS) pada Selasa (2/1/2024).
Namun, Amalia menekankan bahwa perhitungan tersebut tidak memperhitungkan dampak pandemi Covid-19 yang terjadi pada periode 2021-2022.
“Inflasi tahun 2023, di luar periode terdampak pandemi 2021, merupakan inflasi terendah dalam 20 tahun terakhir,” ungkap Amalia.
Amalia menjelaskan bahwa inflasi tahunan pada Desember 2023 sebesar 2,61% ini didorong oleh inflasi dari seluruh komponen. Komponen inti tahunan sebesar 1,80%, yang memberikan andil sebesar 1,1%. Komoditas yang dominan antara lain emas perhiasan, biaya sewa rumah, biaya kontrak rumah, gula pasir, dan upah ART.
BPS juga mencatat komponen harga diatur pemerintah mengalami inflasi sebesar 1,72%, dengan andil sebesar 0,32%. Komoditas yang dominan selama setahun terakhir adalah harga rokok kretek filter, tarif angkutan udara, dan rokok putih.
Selain itu, komponen harga bergejolak mengalami inflasi sebesar 1,15%, dipicu oleh beras, cabai merah, bawang putih, dan daging ayam ras.
Di samping itu, BPS juga mencatat bahwa inflasi tahun 2023 ini terjadi di tengah pandemi. Meski begitu, inflasi masih tergolong rendah dalam sejarah 20 tahun terakhir. Tercatat, inflasi tahun 2020 mencapai 1,6%, 2019 sebesar 2,72%, dan 2018 sebesar 3,13%.
Dari data yang dirilis oleh BPS, terlihat bahwa inflasi terendah dalam 20 tahun terakhir sebelum 2023 terjadi pada 2009, yaitu sebesar 2,78%.
Amalia menambahkan bahwa rendahnya inflasi dapat menjadi pertanda positif bagi perekonomian Indonesia, karena menunjukkan kestabilan harga-harga komoditas. Selain itu, hal ini juga dapat mempengaruhi kebijakan moneter di Indonesia.