Ada Kalanya Musuh dan Lawan Harus Kita Hormati

by -102 Views

Saya seorang prajurit. Saya dapat memimpin operasi tempur. Kita harus selalu siap bertempur. Tetapi saya yakin bahwa jalan terbaik adalah yang tanpa kekerasan. Jalan terbaik penyelesaian konflik adalah menghindari perang. Saya selalu berpendapat bahwa lawan itu juga seorang pendekar. Lawan itu harus kita hormati. Kita boleh berseberangan, tapi kita harus selalu berkomunikasi. Kita harus mencari jalan keluar dari setiap perselisihan.

Pelajaran nenek moyang kita mengajarkan ‘menang tanpa ngasorake’. Kemenangan yang terbaik adalah kemenangan tanpa menimbulkan sakit hati, kebencian, atau rasa dendam. Bagaimana cara mencapai itu? Ada lagi ajaran nenek moyang kita, ‘iso rumongso, ojo rumongso iso’. Jangan merasa kau bisa semuanya, tapi kau harus bisa merasakan pihak orang lain, merasakan kesulitan mereka, merasakan penderitaan mereka seperti kamu bisa merasakan penderitaan anak buahmu dan kesulitan anak buahmu.

Saya tidak pernah lupa dengan komandan sektor saya di Timor Timur yaitu Letkol Sahala Rajagukguk. Waktu itu beliau komandan sektor tengah. Pada saat saya pertama bertemu setelah ditempatkan di bawah komando beliau, beliau memberi saya sasaran. “Prabowo kamu harus sampai koordinat ini.” Saya pelajari peta di depan dia, dan dia bertanya, “Berapa lama kau untuk sampai koordinat ini?” Saya bilang, “Besok pagi saya bisa sampai.” Saya kaget waktu beliau katakan, “Prabowo, jangan paksakan anak buahmu. Saya kasih kamu dua malam. Lusa pagi kamu sampai.” Hati saya merasa seperti di beri kesejukan yang luar biasa. Komandan ini kok merasakan capeknya kami. Merasakan beban ranselnya kami. Merasakan betapa beratnya naik dan turun gunung.

Dalam karier saya, saya laksanakan operasi pertama saya sebagai Letnan Dua waktu itu di Timor Timur. Saya masuk dalam Nanggala 10 yang dipimpin Mayor Inf. Yunus Yosfiah. Tugas pertama saya adalah sebagai perwira intelijen. Saya memiliki minat tentang perang sejak kecil. Saya baca tentang perang, saya belajar tentang perang di SMA dan di Akademi militer. Saya baca tentang perang di Malaya menghadapi pemberontak komunis. Saya pelajari perang Vietnam, saya pelajari perang gerilya Spanyol melawan Napoleon. Kemudian saya belajar teknik-teknik perang gerilya dan anti gerilya. Saya dengar cerita komandan-komandan kita, panglima-panglima kita ikut perang melawan Belanda dan melawan Inggris. Sehingga dari awal sebagai Letnan Dua, saya memiliki pandangan tentang perang gerilya dan anti-gerilya yang akhirnya saya coba terapkan.

Saya juga belajar dari sejarah bahwa ada ajaran bahwa prajurit adalah ikan, rakyat adalah air laut. Tanpa rakyat, prajurit mati. Karena itu, kita harus rebut hati rakyat. Setiap pasukan yang tidak mengerti ini akan gagal dalam perang gerilya dan perang anti-gerilya. Oleh karena itu, TNI memiliki delapan wajib ABRI, yang akhirnya menjadi delapan wajib TNI, yang berbunyi:

1. Bersikap ramah-tamah terhadap rakyat.
2. Bersikap sopan santun terhadap rakyat.
3. Menjunjung tinggi kehormatan wanita.
4. Menjaga kehormatan diri di muka umum.
5. Senantiasa menjadi contoh dalam sikap dan kesederhanaannya.
6. Tidak sekali-kali merugikan rakyat.
7. Tidak sekali-kali menakuti dan menyakiti hati rakyat.
8. Menjadi contoh dan memelopori usaha-usaha untuk mengatasi kesulitan rakyat sekelilingnya.

Saya berpendapat bahwa lawan itu adalah pendekar juga. Lawan itu harus kita hormati. Dari kisah-kisah yang saya dengar, kisah-kisah dari Mahabarata, Pandawa dan Kurawa, serta kisah-kisah dari perang Saladin melawan Richard the Lionheart, saya belajar bahwa lawan harus dihormati.

Source link