Diplomacy in the Prabowo Era: Legacy and Insights from Prof. Sumitro Djojohadikusumo

by -757 Views

Bagaimana Diplomasi Luar Negeri Indonesia Akan Terlihat di Era Presiden Prabowo Subianto?

Sebagai putra dari Sumitro Djojohadikusumo, banyak yang menduga bahwa banyak strategi diplomatik Prof. Sumitro akan diwarisi dan diimplementasikan oleh putranya, Presiden terpilih Prabowo Subianto.

Pendekatan ini melibatkan memanfaatkan kekuatan naratif dan kekerabatan untuk membangun kekuatan lunak Indonesia.

Dikenal sebagai seorang ekonom Indonesia yang terkemuka, tidak banyak yang menyadari bahwa Prof. Sumitro juga seorang diplomat yang luar biasa.

Salah satu upaya diplomatik Prof. Sumitro yang signifikan tertangkap dalam sebuah artikel New York Times.

Rayuan Sumitro pada usia 31 tahun kepada Pemerintah Amerika Serikat, yang diterbitkan di New York Times pada 21 Desember 1948, berhasil menghentikan aliran dana bantuan Amerika ke Belanda, yang digunakan untuk operasi militer Belanda menyusul Proklamasi Kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945.

Prof. Sumitro menulis:

“Kampanye militer Belanda saat ini sangat disayangkan telah membawa realisasi mengerikan dari kekhawatiran yang dijalani sejak beberapa waktu dalam pikiran semua orang yang baik hati. Dalam sejarah modern bangsa-bangsa, hanya tusukan di belakang Signor Mussolini pada tahun 1940 dan serangan mendadak Jepang ke Pearl Harbor pada tahun 1941 bisa dibandingkan dengan tindakan Belanda yang tercela ini tanpa peringatan.”

“Tidak ada alternatif lain bagi Republik Indonesia selain untuk menjalani hidupnya sendiri dan berusaha sebaik mungkin sebagai negara merdeka dan berdaulat yang terpisah.”

“Kami meminta dengan hormat namun mendesak Pemerintah Amerika Serikat untuk menghentikan memberikan dolar Amerika kepada Belanda di bawah Program Pemulihan Eropa atau yang lainnya.”

Pada saat itu, Sumitro Djojohadikusumo, ayah dari Prabowo Subianto, menjabat sebagai Pejabat Kepala Delegasi Indonesia ke PBB.

Setelah Perang Dunia II, Belanda secara praktis bangkrut dan bergantung pada bantuan rekonstruksi Amerika di bawah Rencana Marshall, yang disalahgunakan untuk mendanai operasi militer di Indonesia.

Sumitro, saat itu hanya berusia 31 tahun, ditugasi oleh Presiden Sukarno untuk menghentikan dana Amerika yang digunakan oleh Belanda untuk ambisi kolonialnya di Indonesia.

Sumitro melakukan lobi kepada pejabat Amerika di Washington dan PBB di New York.

Berkat upaya Sumitro, Menteri Luar Negeri AS, Robert A. Lovett akhirnya menghentikan bantuan kepada Belanda, karena klaim Sumitro dapat dibuktikan: dana tersebut digunakan untuk operasi militer di Indonesia.

Berhentinya bantuan memaksa Belanda untuk bernegosiasi dengan Indonesia dalam Konferensi Meja Bundar, akhirnya mengakui kemerdekaan Indonesia.

Usia muda Sumitro dan kecerdasannya dalam narasi dan negosiasi, serta keterampilan jaringan internasionalnya, memimpin Presiden Sukarno untuk memberikan tugas yang sangat penting padanya.

Keberhasilan narasi dan diplomasi kekerabatan Sumitro memainkan peran kunci dalam menjamin kemerdekaan Indonesia setelah proklamasi.

Presiden Sukarno menunjuk Sumitro sebagai Duta Besar Indonesia untuk Amerika Serikat pada usia 33 tahun.

Source link