Perdana Menteri Otoritas Palestina, Mohammed Shtayyeh dan pemerintahannya mengajukan pengunduran diri pada Senin (27/2/2024). Pengunduran diri tersebut dilakukan setelah mendapatkan kritikan dari Amerika Serikat dan warga Palestina.
“Saya ingin memberitahu dewan yang terhormat dan tokoh kami bahwa saya menyerahkan pengunduran diri pemerintah kepada Tuan Presiden (Mahmoud Abbas), Selasa lalu, dan hari ini saya menyampaikannya secara tertulis,” kata Shtayyeh dalam unggahan di Facebook.
Otoritas Palestina didirikan pada pertengahan 1990-an sebagai pemerintahan sementara setelah Perjanjian Oslo antara PLO dan Israel. Mereka bermarkas di Ramallah, Tepi Barat, dan menjalankan pemerintahan di wilayah tersebut.
Partai politik Fatah mendominasi Otoritas Palestina dan mengendalikan Gaza hingga tahun 2007 saat Hamas memenangkan pemilihan legislatif. Saat ini, Israel sedang dalam konflik dengan Hamas yang dimulai pada Oktober lalu.
AS mendukung Otoritas Palestina untuk mengelola Tepi Barat dan Gaza sebagai bagian dari negara Palestina merdeka di masa depan. Namun, AS meminta agar lembaga tersebut direformasi.
Warga Palestina tidak populer dengan Otoritas Palestina karena dianggap tidak mampu memberikan keamanan dari serangan Israel di Tepi Barat. Menurut jajak pendapat, lebih dari 60% warga Palestina ingin Otoritas Palestina dibubarkan.
Dukungan terhadap Presiden Abbas juga melemah, dengan 92% responden di Tepi Barat menginginkan dia mengundurkan diri.
Shtayyeh, yang menjabat sebagai Perdana Menteri sejak tahun 2019, menyatakan bahwa konflik Israel-Palestina tidak akan ada solusinya tanpa keterlibatan AS, meskipun Washington dianggap tidak serius untuk mengakhiri konflik tersebut.